Pages

Ads 468x60px

Wednesday, December 7, 2011

Dan ketika aku percaya bahwa Tuhan itu ada

Sebagai makhluk tuhan yang beragama, saya percaya dan mengimani bahwa Tuhan itu ada dan Dia-lah zat yang maha kuasa lagi maha sempurna. Memang sulit dijelaskan dengan logika bila harus mengupas tentang detail sosok Tuhan tersebut dan alasan mengapa harus percaya pada Tuhan padahal secara harfiah Dia tidak berwujud dan tak terlihat. Namun sekali lagi, bila berbicara tentang keimanan seseorang, logika tak kan mampu lagi bekerja. Dalam hal mengimani keberadaan tuhan, saya hanya berpedoman pada kitab suci al-quran dan hadist. Dijelaskan bahwa Tuhan (Allah SWT) itu wujud yang berarti ada (Medy, 2005). Jadi mustahil kalau saya sampai mengganggap bahwa Tuhan itu tidak ada.

Meskipun indera penglihatan tidak dapat melihat-Nya, namun saya masih bisa merasakan ciptaanNya dan adanya bumi, alam semesta dan pergerakannya inilah yang menjadi salah satu bukti tentang keberadaan Tuhan itu sendiri. Bahwa tanpa Tuhan sebagai pengendali alam semesta ini, mustahil bila bumi, matahari dan benda – benda langit lainnya akan berputar pada garis edarnya begitu juga dengan pergantian antara malam dan siang dimana malam akan datang sebelum siang mendahuluinya. Saya meyakini keberadaan Tuhan seperti saya meyakini benda- benda tak terlihat lain seperti molekul, gelombang radio maupun electromagnet dan benda-benda langit yang jaraknya milyaran hingga triliunan cahaya. Mereka ada, namun panca indera manusialah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaanya. Dan bagaimana saya sampai sekarang bisa ikhlas menyembah Allah SWT karena semata-mata saya percaya bahwa Allah SWT itu ada.

Berbicara tentang Tuhan, tentunya tak lepas dari peran agama sebagai sarana untuk lebih mengenal siapa Tuhan sesungguhnya melalui konsep Tuhan yang ada didalamnya. Tuhan menurut definisi yang saya yakini adalah Dia yang Esa (hanya satu-satunya) dan bukan terdiri dari suatu susunan pangkat dewa-dewa mulai dari raja Dewa sebagai Dewa yang tertinggi, maupun Dewa yang terendah seperti yang dinyatakan oleh Taylor selaku bapak Antropologi yang mengemukakan teori tentang jiwa (Moeis, S.,2008). Selain itu, Dia adalah pencipta yang maha kuasa lagi maha tahu dan juga penentu takdir dan hakim alam semesta.

Adapun konsep ketuhanan yang saya yakini adalah yang tidak membatasi suatu kelompok tertentu dan seruan Tuhan menyeluruh untuk semua manusia pada persamaan dan persaudaraan tanpa peduli ras, agama dan latar belakang. Konsep Tuhan yang dibawa oleh agama bukanlah produk dari nenek moyang manusia yang diwariskan dari generasi ke generasi seperti pendapat Freud dan Durkheim (Putranto, H., 2007). Mengapa demikian? Menurut saya, ketika kita telah meletakan keimanan kepada Tuhan berarti kita telah meyakini kebenaran yang datang dariNya. Dan karena saya seorang muslim, saya meyakini kebenaran hanya datang dari Allah SWT yang disampaikan lewat utusannya yaitu Rasululah SAW dimana kebenaran tersebut bukanlah versi pemikiran manusia atau warisan nenek moyang. Saya juga meyakini bahwa Tuhan itu maha sempurna, Dia telah merancang alur kehidupan manusia sedemikian rupa dan membuat konsep etika yang kita kenal sebagai akhlak yang telah ditetapkan untuk menjadi pedoman dalam perilaku kehidupan umat manusia untuk mengarungi fenomena dan keanekaragaman realitas.

Lantas, bagaimanakah saya menangkap kehadiran Tuhan itu sendiri? Secara harfiah memang tidak secara langsung berpapasan ataupun berjabat tangan untuk merasakan kehadiran Tuhan. Namun, perlu diingat bahwa Tuhan telah mengaruniai hati yang dapat digunakan untuk merasakan kehadiranNya dan melalui hati inilah, sebenarnya kita dapat merasakan, melihat dan mendengar apa yang tidak dirasakan, dilihat dan didengar oleh panca indera. Dan dengan mengaktifkan fungsi hati ini, saya bisa merasakan nikmatnya berkenalan dan berdialog dengan Tuhan ketika hati ini benar-benar terfokus padanya. Kehadiran Tuhan sangat nyata bagi saya. Dia selalu menyapa dan mengingatkan untuk selalu berbuat kebaikan demi keselamatan saya baik di dunia maupun di akhirat.

Sekali lagi memang wujudnya tak tampak, namun seruan dan ajakan yang selalu mengajak untuk berjalan di jalan yang benar menjadi bukti bahwa Dia selalu hadir dalam setiap detik langkah perjalanan hidup ini dan terus mengawasi hambaNya sebagai wujud cinta dan kasihNya. Sebuah refleksi bahwa jangan sampai kita menjadikan akal kita sebagai raja dan hati sebagai pengawalnya, karena apabila hati ini tertutup bercak hitam maka kita tidak akan mampu mengenal Tuhan dan hal tersebut akan membuat jiwa semakin kosong tanpa arah dan tujuan yang jelas seiring dengan rohani ketuhanan yang semakin kering dan mengikis.

Daftar Pustaka

Moeis, S. (2008). Religi sebagai salah satu identitas budaya (Tinjauan antropologis terhadap unsur kepercayaan dalam masyarakat) (makalah, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia). Diunduh tanggal 6 Desember 2011 dari http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011-SYARIF_MOEIS/MAKALAH__9.pdf

Medy. (2005, Desember 24). Wahdatul wujud vs pantheisme [Web log post]. Diunduh tanggal 6 Desember 2011 dari http://herdiana.blog.com/tag/about-tuhan/

Putranto, H. (2007, Februari 6). Peran agama dalam arena dunia modern: tercampak atau hadir kembali? [Web log post]. Diunduh tanggal 6 Desember 2011 dari http://hendar2006.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal

Monday, October 31, 2011

My truly identity

What do you think of me? Absolutely, there are some statements that people will say about me. They are free and I don’t have a right to forbid them to speak and give their opinion or just give their judgments to me. But, sometimes I realized that what people said doesn’t reflect on my truly personal identity. It is such a misunderstanding on my behave and as a human, I just try to tolerance with that and try to understand that it’s all about what others see to me and it makes me different with others.

When I was child, I was still confused with my personal identity. When people asked me to describe who I am, I was still confused to answer the question. I just said what my parents often said to me that “my name is Himmatul ‘aliyah , I’m muslim and I’m Javanese”. That was the point. And because I lived in Java and also as a Javanese, I had to speak in bahasa jawa to show my identity. As known that there are 2 java language levels. Jawa ngoko and jawa karma. It is quite difficult to me if I have to use the rules of both language levels. Fortunately, I live in the era of Indonesia’s independence which requires people to live in democracy and not feudal again. So that my parents let me to use the language level which is comfortable for me and still polite if it is used in public.

Then, it was the time I go to school. My identity was growth and changed as time as goes by. I have learned that I live in Indonesia and just realized that java is located in Indonesia. And absolutely, because the motto of this country is “Bhinneka Tunggal Ika”, as a citizen of Indonesia, no matter with our religion, culture and the ethnicity, we are taught to unite it the name of nation, namely Indonesia. But in fact, it was a just a motto and no impact on some people. I saw that the religious identity was the most powerful in living in society even in everywhere. Sometimes I asked my heart why religion makes people is treated unfairly? Why does religion make people put the bulkhead and the society is left to form their own group? Then, I decided to love my nation in my own way. I still do love Indonesia although it is not entirely related with my expectation. And now, I decided to love in peace, no fight and have a tolerant attitude in dealing with the other cultures and religions.

I’m very grateful to live among the people who respect and uphold the diversity. I like the way those who think that the diversity is not an obstacle to make the life of prosperous, safe and peaceful based on goals of nation. Now, I have found my truly personal identity and I feel comfortable with that. And I’ve already if people asked question to me about “who I am”. I will say that I am Himmatul ‘Aliyah, the person without any community identity, always uphold with the diversity and obedient to God. I just looked at every human being as a human being with a human identity as God’s creation without religious boundaries, ethnic or national boundaries. I suppose that all people have the same position with me. I really respect with them and hopefully they will do the same to me :)

That’s all my reflection of my personal identity. How about you?

Monday, October 17, 2011

my storyyy...


Ini pengalamanku ketika aku duduk di kelas 1 smp hingga sekarang. Dimana sebuah pengorbanan harus aku lakukan untuk memperoleh apa yang aku inginkan. Dimana sebuah tekad yang kuat bisa mengubah keadaan dari tidak bisa menjadi bisa dan dari bukan apa apa menjadi apa-apa. Singkatnya,,,ketika aku duduk di kelas 1 SMP, pelajaran matematika menjadi momok bagiku. Setiap kali ada tugas maupun ulangan, nilaiku selalu anjlok. Padahal sebelum ulangan, aku juga sudah belajar. Tapi tak taulah. Miris, malu pasti. Itulah saat saat terburuk dalam hidupku. Akhirnya, wali kelasku menanyaiku tentang mengapa nilai matematika ku jelek. Kukatakan aku tak tau dan aku juga tak mengerti mengapa sampai begini. Sepertinya semua usaha sudah aku lakukan kecuali meminta les privat kepada orang tuaku di sebuah lembaga untuk menunjang prestasiku di kelas. Karena aku tau keadaan ekonomi keluargaku sedang tidak stabil dan akhirnya inisiatif untuk meminta tetanggaku untuk mengajari aku matematika pun aku lakukan. Hampir setiap hari aku kerumahnya. Menunggunya pulang kerja hingga jam set 9 malam. Memang sih malu,,gak enak kalau merepotkan. Tapi Alhamdulillah tetanggaku fine fine aja aku mintai tolong. Bahkan beliau memberikan aku buku bukunya yang sudah tidak aku pakai untuk aku pelajari di rumah. Berbekal tekad untuk tidak menjauhi yang namanya Matematika pun aku lakukan. Karena aku yakin, aku pasti bisa kok. Itulah yang kutanamkan dalam diriku sampai saat ini. Meskipun kata orang hal tersebut itu sulit, namun kalau kita yakin bisa maka lakukanlah. J

Satu tahun kulewati hingga akhirnya aku terpilih masuk dalam kelas eksekutif di tingkat kedua dan berlanjut sampai tingkat ketiga. Ya, kelas itu terdiri dari orang orang pilihan yang berhasil mendapatkan rangking 1 sampai 3 dari 6 kelas yang ada. Alhamdulillah,,usahaku tidak sia – sia. Nilai matematika aku naik drastis dan tidak pernah kudapatkan lagi nilai dibawah 5, minimal itu aku dapet 7. Hahaha. Seneng iya..tapi di satu sisi, aku juga tidak bisa bersantai ria karena aku tahu teman temanku yang berhasil masuk sini pun akan berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi pertama. Tapi aku senang,,guru guru memperlakukan kami dengan cara yang berbeda. Sempet gak suka juga sih,,karena banyak teman – temanku yang tidak masuk kelas eksekutif menjadi iri dengan perlakuan guru guru yang berbeda pada saat itu. Mereka menganggap kelas aku di istimewakan. Hemt..Memang iya, namun diistimewakannya menurut aku tidak berlebihan. Justru karena mendapatkan perlakuan yang istimewa itu kita serasa punya beban untuk menjadikan sekolahku pada waktu itu, untuk mendapatkan posisi yang baik di tingkat kota semarang. Yah,,lagi lagi urusan bisnis. Hahha..tapi aku tetap bersyukur dipertemukan oleh teman-teman yang baik dan saling support satu sama lain meskipun tujuan kita sama mendapatkan posisi terbaik di kelas. Dan persahabatan diantara aku dan teman – temanku pun terjalin sampai saat ini.

Puncaknya adalah ketika aku lulus dari SMP. Sebuah keputusan berat untuk memilih akan melanjutkan kemana aku ini setelah lulus dari SMP?? Aku ingin masuk SMA pilihanku, tapi apa daya aku harus menuruti orang tuaku untuk tidak mendaftar di SMA itu. Aku disuruh mendaftar di STM Pembangunan. Can you imagine that? Pergolakan batin. Masak cewek sekolah di STM?? Apa kata teman temanku nanti?? Hampir tiap hari aku menangis. Aku tidak mau melanjutkan study ku ke sekolah ituuuu. Namun berkat penjelasan dari orang tua dan takut akan amarah orang tua akhirnya mau tak mau aku harus masuk ke sekolah itu. Berat pada awalnya, namun lama kelamaan aku biasa menerima kenyataan ini. Aku yakin orang tuaku tidak sembarangan memilihkan aku sekolah. Pasti ada buah manis yang akan aku renggut suatu saat nanti. Ya,,di awal awal semester aku berhasil terpilih untuk menjadi pasukan 17 untuk upacara 17 Agustus tahun 2006. Senangnya minta ampun. Seleksi demi seleksi aku jalani dan akhirnya aku terpilih. Memang berat, harus panas-panasan, rambut dipotong cepak, latihan tiap hari, lari, istirahat parade. haaah,,mana ada cowok yang ngelirik. Hahahah,,tapi tak apalah,,suatu saat nanti pasti ada hikmahnya. Ya,,positive thingking aja kata orang tuaku. Dan ya,,terbukti kand,,bisa berprestasi dan di kenal banyak orang dan bisa bergabung dalam sebuah organisasi besar di sekolahku tercinta. Hahahah. Special thanks to paski stemba. We’re always and always being the best.

Berbicara masalah prestasi dalam bidang akademik, Alhamdulillah aku pernah menjuarai lomba matematika di tingkat kota dan kabupaten semarang. Meskipun masih juara tiga tak apalah, lumayan bisa mengharumkan nama sekolah. Dan disini sekali lagi aku membuktikan bahwa, dulu matematika memang menjadi momok bagi aku, namun sekarang dia telah menjadi teman bagi aku. Sebisa mungkin aku tak ingin menjauhinya meskipun aku pernah terjatuh karenanya. Dan semoga pilihanku untuk mendalami matematika di SSE ini tidak salah. Aku yakin, matematika akan membawaku ke masa depan yang lebih baik lagi. Aku akan membahagiakan orang tuaku dan berusaha untuk tidak mengecewakan mereka. Karena aku tahu, pengorbanan mereka untuk mengantarku sampai menuju kesuksesan yang telah aku raih ini sangatlah besar. Dan aku tahu, aku bukanlah apa apa tanpa mereka yang selalu ada di sisiku kapanpun aku butuhkan. Meskipun raga tidak dapat bersatu namun support dan nasehat nasehat beliaulah yang membuat aku yakin mereka masih sayang padaku dan akan terus mengantarku pada gerbang kesuksesan.

Monday, October 10, 2011

Lesson Plan for Teaching Algebra (System of Linear Inequalities)

Hey my beloved students…:)

As you know that today, I ‘m not going to the class because I have to go to the national education seminar in Jogjakarta. But, don’t worry about it. You are still able to continue your study in class with your friends as usual. I had created some activities for today’s activities and hopefully you can stay longer in class and enjoy with all of the activities.

Today, we are still learning about the same topic with the last meeting. Do you still remember about that??ya,,,We are going to study about linear inequalities and some problems related with the topic. I think you need some additional sessions for this topic in order to enhance your understanding in solving some problems related to the linear inequalities. So, prepare yourself as much as you can and stay focus for today’s activities.

At the end of this lesson, you are expected to be able to:

1.Translate the problems given into mathematical model and state some problem’s keywords to be variables.

2.Solve some problems by substitution and/or elimination techniques.

3.Determine the maximum point and / minimum points of linear inequalities problem.

Before we go to the next activity, it will be better for you to read these material first. This one and also the other one. . This material will help you in mastering the concept of linear inequalities. Then, make your own group consist of 3 people for each group. Take the marker, flip chart and some blank papers that I’ve provide for each group and after that please take a look for this instruction that will guide you for this activity. Remember that there is an individual assignment for each member of the group. Be fair and don’t be cheating. I will assess all of your products as soon as possible and please do the best for them. If you have any question about the task, you can contact me at quarta_lia@yahoo.co.id

" Good Luck "



Teaching Resources:

Lesson Plan for teaching algebra (System of Linear Inequalities)

Rubric for the Poster


Game for finding some missing parts of puzzle

 

Sample text

Sample Text

accessories-animation.blogspot.com

Sample Text